hujan..

hujan hujan..
jadilah engkau kulit ariku, menutupi pori-pori darahku
membasahi setiap lekuk payudaraku
yang telanjang, sama seperti pertama kali hawa diciptakan

bolehkah aku meminta,
persatuan kita malam ini biarlah diiringi suara seruling malaikat,
yang bunyinya sayup sayup membangkitkan gairah..
dengan jeritan, desahan, erangan..
bukankah itu melambangkan kenikmatan?

hujan hujan..
jadilah engkau selimut sutraku
yang menyentuh sudut-sudut bibirku
menyeruak memasuki rongga mulutku
biarkan aku menegukmu, merasakan apa yang disebut cinta oleh ribuan senja
ah, kubiarkan tetes-tetesmu mengalir melewati paru-paruku
menempel didadaku,
naik, turun, basah, pekat keringat..
ah, mungkin nafsu..

hujan hujan..
serukanlah simfoni nadamu diantara ribuan bintang,
mengelitik punggung tak bersayapku..
meremas pinggulku dengan jalin jemarimu..
menelusuri sajak dengan hembusan nafas yang memburu..
mencari titik oase berwarna jingga
yang tersebar dialam padang ilalang diantara kedua paha
alirilah hausku dengan keingin-tauanmu
masuklah, terimalah undangan emasku..
kuijinkan kau menari-nari diporos bumiku, inti dari kewanitaanku
cepat-lambat, biarlah surgamu diatur oleh ritme waktu
teruskanlah, karna aku akan menjerit, mengepak
menikmati ledakan kuantum warna dengan terpejam
mengerang, mengejang, meraskan hangatmu dalam basahku

hujan hujan..
bilakah pelangi menandakan bergantinya hari,
maka aku memohon, berlutut bila boleh..
janganlah engkau lenyap, janganlah engkau senyap..

(tertawalah hujan,
buatlah aku menguap, dengan aroma pasta yang tercium dari wewangian harum tubuhmu..
karna aku mau itu..)