Seperti halnya kemarin petang, saat dia tiba-tiba menelponku. Ada sisa isakan disuaranya, yang menandakan bahwa ada masalah yg cukup serius.
Kurang dari setengah jam waktu yang kubutuhkan untuk memacu motor menuju ke kostnya. Dia sedang berbaring diranjang, rambutnya yang sebatas pinggang dibiarkan terurai begitu saja. Matanya merah.
Air matanya bejatuhan ketika aku duduk ditepi ranjangnya, menanyakan apa yang terjadi. Pasti parah, karna tidak biasanya dia secengeng ini.
‘Ci nampar gw’ Dia memegang pipinya
aku mendelik, meradang
dia malah tertawa mendengar aku mengumpat..
‘ga pantes koe misuh-misuh kaya gitu’ ucapnya dalam bahasa jawa
mau tak mau aku ikutan ngakak
‘brengsek banget sih tu orang, beraninya cuman sama cewe’ aku kembali protes,
dia menatapku ‘dia kan juga cewe’
‘owiya yak..’ aku manggut-manggut..
‘hmm, gimana kalo kita ngasi dia pelajaran’ aku memberi ide
dia berbinar ‘gimana kalo ban motornya kita gembosin aja’ ucapnya spontan..
‘jangan.. terlalu biasa’ aku memotong
‘tar kan bisa dibenerin lagi, kurang istimewa, kurang dramatis’ lanjutku
dia menggangguk, mengiyakan.
‘gimana kalo motornya yang belum lunas itu kita bikin lecet, catnya kita gores’ aku tersenyum penuh kemengangan, bangga dengan ideku barusan.
‘terus.. kita nyewa preman, kita culik dia, digebukin bareng-bareng, ditelanjangin, trus dibuang ke alas karet!’ dia menambahkan, lebih gila..
‘kalo nggak, kita potong-potong, kita mutilasi, masukin karung, trus buang kelaut..’ ucapku disela-sela tawanya.
Dan selanjutnya berisi imajinasi-imajinasi kejam kami, yang walaupun Cuma omong kosong, cukup menghibur, membuatnya sedikit lupa dengan sakit hatinya.
Tiba-tiba dia terdiam, lalu tangisnya kembali pecah.
Ah, aku jadi serba salah..
aku mendelik, kaget
‘lho, kok iso?!’ protesku
‘kalo waktu itu kamu gak ngompor-ngomporin aku buat jadian sama dia, ga bakal ada kejadia kaya gini’ dia beralasan
aku menggeleng ‘nggak Ve, nggak semua kaya gitu’ aku memberi pembelaan
‘mereka itu sok cowok, sok merintah-merintah. Kamu juga, ngomonge rak seneg buci, kok mau sama mereka?’ dia memandangku, meminta jawaban
‘itu balik lagi ke orangnya kok. Dan perlu anda catet ya buuuu.. suami saya itu bukan buci, dia transgen’
‘podo wae’ dia mencibir
aku Cuma menghela nafas, percuma berdebat sama dia, karna selama ini aku nggak pernah menang.
‘sak karep-karepmu jeng..’ ucapku pada akhirnya.
Pipinya masih basah oleh air mata ketika dia tiba-tiba bersandar dibahuku
‘salahmu, kamu nggak mau jadi pacarku’ ucapnya lirih
ah, aku harusnya tau, hal ini juga yang akan dibahas pada akhirnya.
‘aku udah punya pacar, bojo, I’m owned, udah disegel’ aku memberikan penjelasan
dia menggeleng ‘kemaren kan kamu jomblo’
‘tapi kan kamu udah punya pacar, kamu punya ci’ bantahku
dia diam..
‘kamu tau nggak, dulu waktu Doni bilang kamu suka sama dia, kamu ngejar-ngejar dia, aku marah banget, aku cemburu, bukan sama kamu, tapi sama dia, aku nggak terima kalo kamu deket-deket cowo manapun, aku suka kamu.. sejak awal kita temenan’
.. ya, aku tau, sudah ribuan kali kamu mengatakan ini padaku, alasan kita saling diam selama dua tahun lebih, karna adu domba dari mantan cowomu itu.
Sampai aku tau, atau kamu tau lebih tepatnya, kalo aku belok, dan keberanianmu untuk coming-out padaku, menyatakan perasaanmu selama ini, merekatkan kembali persahabatan kita.
Tapi tetap, sampai kapanpun jawabanku tak akan berubah, seperti yang pernah aku katakan padamu, we were just friend, not more..
Ah.. andai kamu bisa ngerti, aku sayang kamu sebagai sahabat, sebagai kakak, sebagai feme yang melindungi feme lainnya..
Aku membelai rambutmu, menyeka air matamu, menghentikan isakmu dalam diam..
‘tanggal 15 juni aku tunangan’ ucapmu tiba-tiba, menjelaskan hal yang juga menyebabkan pertengkaranmu dengan Ci, sampai akhirnya dia berani menyakiti mu, memberikan tamparan dipipi mulusmu.
‘do what you think the best to do’ kataku pada akhirnya, mencoba memberi support padanya.
Dia memandangku, seulas senyum terukir diwajahnya ‘thanks for being my delivery order friend’ ucapnya
‘ah, I just try my best’ kilahku, seperti tiap kali dia memujiku.
dia lalu memandang botol-botol kosong yang diletakkan begitu saja dilantai kamar, kemudian menatapku ‘sejak kapan green-sands bikin orang mabok, hah?’
‘ohh.. ga bisa toh?’ aku menggaruk-garuk kepalaku
‘dasar onenggggg’ teriaknya ketika menyadari aku berhasil menggodanya
dia lalu tertawa, tawa yang sama, tawa yang pernah memikatku..
(untuk Ve, I just try my best, always..)
1 komentar:
jadi tawa ini pernah memikatmu ya?
^_^
Posting Komentar